Selasa, 08 Januari 2013



BAB I PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
Sejak langkah pertama pendiriannya, bank-bank syariah telah menunjukkan trend perkembangan yang positif sehingga dapat memainkah peranan pentingnya dalam memobilisasi, mengalokasi, dan memanfaatkan sumber daya dengan lebih baik (Haron dan Ahmad, 2001). Salah satu faktor pendukung yang menunjang trend positif ini adalah pembagian hasil usaha dalam pembiayaan yang menggunakan konsep profit sharing dan revenue sharing dengan akad mudharabah, meski pada awalnya, konsep ini tidak begitu luas dimengerti oleh masyarkat (Siregar, 2002). Profit sharing dan revenue sharing merupakan pembagian hasil usaha dengan ketentuan nisbah pihak penyalur dana dan penerima dana usaha. Sehingga besarnya pembagian dipengaruhi oleh hasil usaha yang dijalani.
Konsep profit sharing atau yang juga disebut dengan profit and loss sharing menawarkan pembagian hasil usahadengan perhitungan pendapatan/keuntungan bersih (net profit), yaitu laba kotor dikurangi beban biaya yang diekluarkan selama operasional usaha. Sedangkan konsep revenue sharing adalah konsep yang menawarkan pembagian hasil usaha berdasarkan perhitungan laba kotor (gross profit).
Kosep inilah yang membedakannya dengan bank-bank konvensional yang menawarkan tingkat suku bunga yang tinggi agar dapat menarik minat masyarakat menabungkan uangnya di bank. Besarnya bunga dalam pembagian hasil usaha ditetapkan pada awal perjanjian kerjasama dengan keuntungan yang pasti bagi investor. Bahkan meski kreditur mengalami kerugian dalam usahanya, investor tetap mendapatkan bunga yang disepakati sebelumnya.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diketahui bahwa konsep bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan syariah dan konvensional memiliki perbedaan dalam keuntungan yang diperoleh dalam pembiayaan/investasi usaha produktif yang dikembangkan kreditur. Profit sharing dan revenue sharing merupakan pengganti bunga dalam perbankan konvensional.



1.2.    Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.            Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Perbakan Syari’ah II yang diasuh oleh Ibu Nofinawati
2.            Mengetahui dan  memahami lebih mendalam tentang profit sharing dan revenue sharing.
1.3.    Manfaat Penusunan
Manfaat penusunan makalah ini dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
1.         Mengetahui kelebihan dan kekurangan konsep profit sharing dan revenue sharing;
2.         Menambah wawasan khazanah Islam dalam perhitungan bagi hasil usaha secara syariah.


PEMBAHASAN
2.1.    Pengertian Bagi Hasil.
Suatu sistem yang meliputi pembagian hasil usaha antara pemodal dan pengelola dana pembagian hasil usaha. Misalnya, antara bank syariah dengan penyimpan dana serta antara bank syariah dengan nasabah penerima dana. Akad yang digunakan bisa menggunakan akad mudharabah dan akad musyarakah dan sebagainya.
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu:
a.        Profit Sharing
b.       Revenue Sharing

2.2.    Pengertian Profit Sharing dan Revenue Sharing
Mekanisme bagi hasil menjadi salah satu ciri atau karakteristik perbankan syariah, dimana dengan dengan bagi hasil ini menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat bisnis, khususnya masyarakat perbankan untuk terhindar dari bunga atau riba. Hal ini sesuai dengan apa yang diterangkan dalam Al Qur’an, Surat Al Baqarah ayat 275, dimana Allah SWT mengharamkan segala bentuk transaksi yang mengandung unsur-unsur ribawi, karena unsur tersebut tidak mendatangkan kemashlahatan bahkan hanya bisa mendatangkan keburukan, sehingga sedini mungkin harus dihindarkan.[1]
Dalam dunia perbankan syariah mungkin sering didengar istilah bagi hasil atau yang lebih sering dikenal dengan istilah profit sharing atau revenue sharing. Dalam perbankan syariah pendapatan bagi hasil ini berlaku pada produk-produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh, sebagian ataupun dalam bentuk koorporasi lainnya. Dan prinsip bagi hasil ini akan berfungsi sebagai mitra bagi penabung, demikian juga pengusaha peminjam dana. Jadi prinsip bagi hasil ini merupakan landasan utama beroperasinya perbankan syariah.
Faktor dana merupakan sebuah kebutuhan pokok beroperasinya sebuah perbankan (lembaga keuangan). Dalam perbankan yang mendasarkan pada bagi hasil dalam operasionalisasinya, maka untuk memperoleh hasil (laba) adalah dengan melakukan pebiayaan-pembiayaan dengan prinsip bagi hasil antara investor dengan pengelola dana/debitur, dimana diantara keduanya menyepakati bagianya masing-masing dari hasil yang diperolehnya[2].
2.2.1.         Pengertian Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian  laba[3]. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost)[4]. Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut[5]. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing[6].
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya.


2.2.2.         Pengertian Revenue Sharing
Revenue sharing, secara bahasa revenue berarti uang masuk, pendapatan, atau income[7]. Dalam istilah perbankan revenue sharing berarti proses bagi pendapatan yang dilakukan sebelum memperhitungkan biaya-biaya operasional yang ditanggung oleh bank, biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan atas investasi dana, dana tidak termasuk fee atau komisi atau jasa-jasa yang diberikan oleh bank karena pendapatan tersebut pertama harus dialokasikan untuk mendukung biaya operasional bank. Maksudnya pembagian dana terhadap nasabah atas pendapatan-pendapatan yang diperoleh oleh bank tanpa menunggu pengurangan-pengurangan atas pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank dalam pengelolaan dana yang diamanatkan oleh nasabah, disatu sisi pelaksanaan revenue sharing ini bertentangan dengan prinsip bagi hasil itu sendiri, karena dalam prinsip bagi hasil tentunya investor bertanggung jawab atas dana yang diamanatkannya, artinya ia juga memiliki andil dalam pengelolaan dananya, bahkan jika terjadi kerugian dalam usaha maka shohibul mall ikut menanggung kerugiannya.
Dalam revenue sharing, proses distribusi pendapatan ini dilakukan sebelum memperhitungkan biaya operasionalisasinya yang ditanggung oleh bank. Biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan atas investasi dana dan tidak termasuk fee atau jasa-jasa yang diberikan oleh bank.
Dalam mekanisme ini, berarti mengandung unsur peralihan mekanisme bagi hasil dari profit and loss sharing menjadi revenue sharing, perubahan dari penanggunan risiko menjadi tidak menanggung risiko, walaupun di dalam mekanisme ini tidak diketahui berapa besar jumlah keuntungan yang akan diperoleh, berbeda dengan bunga yang telah jelas berapa prosentase keuntungan yang akan diperoleh dari besarnya dana yang diinvestasikan[8].

2.4.     Legalitas Profit Sharing dan Revenue Sharing

Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No. 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH
ini adalah sebagai berikut :
Pertama                   :    Ketentuan Umum
1.    Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
2.    Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing).
3.    Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Kedua                      :    Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyele-saiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketiga                      :    Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.[9]





2.5.    Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan dari sistem Profit and Loss Sharing dan sistem Revenue Sharing dibandingkan dengan sistem konvensional adalah:
1.                         Merupakan alat yang terbaik untuk menghapus bunga dalam berbagai macam transaksi dan pembiayaan jangka pendek;
2.                         Tingkat investasi lebih tinggi karena diberikan penawaran yang memadai terhadap dana-dana yang dapat dipinjamkan, karena pengusaha dapat mengabaikan kepastian bagian hasil usaha yang diberikan kepada pemberi pinjaman yang disebabkan ketidaktentuan hasil produksinya.
Sedangkan kelemahan sistem profit and loss sharing dalam penerapannya menyebabkan berbagai problem yang berkaitan dengan penggunaan profit and loss sharing dalam aktivitas investasi bank-bank Islam.
Berdasarkan teori perbankan Islam kontenporer, prinsip mudharabah dan musyarakah dijadikan sebagai alternative penerapan sistem bagi hasil (profit and loss sharing). Meskipun demikian, dalam prakteknya, ternyata signifikasi profit and loss sharing dalam memainkan operasional investasi dana bank peranannya sangat lemah. Menurut beberapa pengamat perbankan Islam, hal ini terjadi karena beberapa alasan, diantaranya:
a.                          Standar moral
Terdapat anggapan bahwa standar moral yang berkembang di kebanyakan komunitas muslim tidak memberikan kebebasan penggunaan profit and loss sharing sebagai mekanisme investasi.
b.                         Ketidakefektifan model pembiayaan profit and loss sharing
Pembiayaan profit and loss sharing tidak melayani berbagai macam kebutuhan pembiayaan dari ekonomi kontemporer. Meskipun demikian, profit and loss sharing yang diterapkan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah merupakan alat yang terbaik untuk menghapus bunga dalam berbagai macam transaksi dan pembiayaan jangka pendek..
c.                          Berkaitan dengan para pengusaha
Keterkaitan bank dengan peminjam, sistem profit and loss sharing dalam membantu perkembangan usaha lebih banyak terlibat secara langsung dari pada sistem lainnya pada bank konvensional.
d.             Dari segi biaya
Memberikan dana berdasarkan sistem bagi hasil profit and loss sharing memerlukan kewaspadaan yang lebih tinggi dari pada pihak bank dalam menyalurkan dana-dananya.
e.                          Dari segi teknis
Problem teknis menyangkut penggunaan sistem bagi hasil profit and loss sharing tampaknya berkaitan dengan pihak bank, nasabah (partner), dan kualkulasi keuntungan (profit calculation).


Contoh Perhitungan Bagi Hasil dalam akad penghmpunan dana ( tabungan ) dalam perbankan syari’ah.
1. Al-Wadi’ah (Simpanan/titipan)
Yaitu suatu titipan dari pihak satu pihak ke pihak yang lain yang harus dipelihara dan dapat diambil sewaktu-waktu jika penitip menginginkannya. Penerima simpanan disebut yad al amanah / tangan amanah yang tidak bertanggung jawab terhadap barang titipan apabila terjadi kerusakan pada barang titipan tsb selama bukan karena kelalaian penerima simpanan. Dengan demikian tata cara titipan melibatkan nasabah (orang yang menitipkan), pihak yang dititipi (bank syariah) dan barang titipan (dana nasabah)
2. Mudharaban (Investasi)
yaitu suatu bentuk perniagaan antara nasabah (pemilik dana) dengan Bank (pengelola dana) untuk melakukan usaha dengan keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan kedua pihak. Dengan demikian cara investasi ini melibatkan pemilik modal (nasabah), pengelola modal (bank syariah) dan modal (dana) yang jelas jumlahnya, jangka waktu pengelolaan modal dan jenis pekerjaan/proyek yang dibiayai dan nisbah keuntungan.
Dalam penggunaan uang titipan harus meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik uang tsb dan pengguna uang tsb harus menjamin akan mengembalikan uang tsb secara utuh Pada saat itu, prinsip yad al-amanah akan berubah menjadi yad adh-dhamanah (tangan penanggung). Oleh karena itu pihak bank akan menerima segala keuntungan sekaligus menerima resiko kerugian yang ditanggung oleh pihak bank itu sendiri.
Pihak bank akan memberikan suatu pelayanan terhadap pemilik dana yaitu menjamin keamanan uangnya dan memberikan bonus atau insentif  berupa nisbah (bagi hasil) untuk giro wadi’ah. Akan tetapi besar nominal dan persentase tidak ada perjanjian sebelumnya sehingga hal ini tergantung pada kebijakan bank.
Biasanya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) sebesar 30% , nisbah untuk tabungan 40% : 60% dan nisbah untuk deposito 45% : 55%[10]
Contoh perhitungan bonus untuk rekening giro wadi’ah
Tuan Ahmad memiliki rekening giro wadi’ah di bank syariah D dengan saldo rata-rata pada bulan Juli 2010 sebesar Rp. 2.000.000,00. Bonus yang diberikan bank syariah D untuk saldo rata-rata minimal Rp. 500.000,00 adalah 30%. Diasumsikan total dana giro wadi’ah di bank tsb adalah Rp. 500.000.000,00. Pendapatan bank dari penggunaan giro wadi’ah sebesar Rp. 10.000.000,00. Berapa bonus yang diterima oleh Tuan Ahmad pada akhir bulan Juli 2010 ?
Jawab :
Bonus yang diterima Tuan Ahmad
= (saldo rata-rata Tn. Ahmad X Keuntungan Bank X 30%) : Total Dana Giro Wadi’ah
= (Rp. 2.000.000,00 X Rp. 10.000.000,00 X 30%) : Rp. 500.000.000,00
= Rp 12.000,00
Berarti bonus yang diterima Tn. Ahmad pada akhir bulan Juli 2010 sebesar Rp. 12.000,00
Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah
Ibu Ratnaningsih memiliki tabungan Mudharabah di bank syariah A dengan saldo rata-rata bulan Mei sebesar Rp. 15.000.000,00. Perbandingan nisbah antara bank syariah dengan deposan adalah 40% : 60%. Saldo rata-rata per bulan di seluruh bank syariah A sebesar Rp. 7.500.000.000,00. Kemudian keuntungan bank syariah yang dibagihasilkan adalah Rp. 30.000.000,00. Berapa keuntungan Ibu Ratnaningsih pada bulan tsb?
Jawab :
Keuntungan Ibu Ratnaningsih
= (Saldo rata-rata Ibu Ratnaningsih X Keuntungan Bank Syariah X 60%) : Saldo rata-rata bank syariah D
= (Rp. 15.000.000,00 X Rp. 30.000.000,00 X 60%) : Rp. 7.500.000.000,00
= Rp. 36.000,00
Berarti keuntungan Ibu Ratnaningsih yang diperoleh selama bulan tsb sebesar Rp. 36.000,00
Contoh Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah
Tn. Arif memiliki deposito mudharabah sebesar Rp. 20.000.000,00 dengan jangka waktu 1 bulan di bank syariah Z. Nisbah antara bank syariah dengan nasabah adalah 45% : 55% . Saldo rata-rata deposito per bulan di bank syariah Z sebesar Rp. 10.000.000.000,00. Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan bank syariah Z adalah Rp. 500.000.000,00. Berapa keuntungan Tn. Arif dari nisbah yang telah ditentukan ?
Jawab :
Keuntungan Nasabah
= (Deposito Tn. Arif X Pendapatan Bank Syariah X 55%) : Saldo rata-rata deposito di bank syariah
= (Rp. 20.000.000,00 X Rp. 500.000.000,00 X 55%) : Rp. 10.000.000.000,00
= Rp. 550.000,00
Berarti keuntungan Tn. Arif dari deposito berjangka 1 bulan sebesar Rp. 550.000,00
Sampai di sini analisis perhitungan nisbah bank syariah untuk materi Wadi’ah dan Mudharabah. Mudah-mudahan sedikit membantu Anda dalam menggambarkan cara perhitungan nisbah bank syariah. Saya mohon maaf apabila terjadi banyak kekurangan karena saya juga masih belajar mendalami bank syariah ini.
InsyaAlloh, jika Allah SWT mengizinkan saya akan menulis contoh perhitungan nisbah bank syariah bagian 2 . Mohon doa semoga dimudahkan dalam melakukan segala urusan amal kebaikan. Aaamiin

 
BAB III KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa masalah kecilnya pembiayaan bagi hasil merupakan masalah yang multi dimensi karena ada berbagai macam pihak yang terkait, oleh karenanya masalah ini merupakan masalah bersama. Perlu adanya kerja sama antara berbaga macam pihak yang terkait untuk meningkatkan komposisi pembiayaan bagi hasil. Sistem bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terbagi kepada dua sistem, yaitu; pertama, profit sharing yaitu sistem bagi hasil yang didasarkan pada hasil bersih dari pendapatan yang diterima atas kerjasama usaha, setelah dilakukan pengurangan-pengurangan atas beban biaya selama proses usaha tersebut. Kedua. revenue sharing adalah sistem bagi hasil yang didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Di dalam perbankan syari’ah Indonesia sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah sistem bagi hasil dengan berlandaskan pada sistem revenue sharing. Bank syari’ah dapat berperan sebagai pengelola maupun sebagai pemilik dana, ketika bank berperan sebagai pengelola maka biaya tersebut akan ditanggung oleh bank, begitu pula sebaliknya jika bank berperan sebagai pemilik dana akan membebankan biaya tersebut pada pihak nasabah pengelola dana.










A.    Pengertian Bagi Hasil.
Suatu sistem yang meliputi pembagian hasil usaha antara pemodal dan pengelola dana pembagian hasil usaha. Misalnya, antara bank syariah dengan penyimpan dana serta antara bank syariah dengan nasabah penerima dana. Akad yang digunakan bisa menggunakan akad mudharabah dan akad musyarakah dan sebagainya.
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu:
c.        Profit Sharing
d.       Revenue Sharing

1.       Pengertian Profit Sharing

Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.

Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba.[11] Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).[12]
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.[13] Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.   
Sistem profit and loss sharing  dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama[14] sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya. 
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance.[15] Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.    



2.       Pengertian Revenue Sharing

Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian.[16] Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue).[17]
Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.[18]
Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.[19]
Berdasarkan devinisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank.[20]
Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.[21]
Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.[22]
Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.[23] Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.[24]
2.       Dasar Hukum Metode bagi hasil Perbankan Syari’ah
Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No. 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH
ini adalah sebagai berikut :
Pertama                   :    Ketentuan Umum
1.    Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
2.    Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing).
3.    Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Kedua                      :    Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyele-saiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketiga                      :    Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.



[1] Dr. H. Hendi Suhendi,M.Si. 2008. Fiqh Muamalah:Membahas Ekonomi Islam. Jakarta : PT    RajaGrafindo Persada.h.138
[2] Syamsul Falah, Pola Bagi Hasil pada Perbankan Syari’ah, Makalah disampaikan pada seminar ekonomi Islam, Jakarta, 20 Agustus 2003
[3] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002) h. 101
[4] Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta : Erlangga, 1994)Edisi ke-2 , h. 534
[5] Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI,  Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, (Jakarta : Djambatan, 2001), h. 264

[6] Murasa Sarkaniputra, Direktur Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Surat Tanggapan atas surat MUI, Jakarta, 29 April 2003. Hal. 3
[7] Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Op.Cit. Hal. 587
[8] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia, 1995), Cet. ke-21. Hal. 19-20
[9] Dewan Syariah Nasional. 2001. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional untuk Lembaga Keuangan Syariah, edisi 1. Diterbitkan atas Kerjasama Dewan Syariah Nasional-MUI dengan Bank Indonesia.

[10] Akmal Yahya, Profit Distribution. http//www.ifibank.go.id
[11] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002) h. 101

[12] Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta : Erlangga, 1994)Edisi ke-2 , h. 534

[13] Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI,  Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, (Jakarta : Djambatan, 2001), h. 264

[14] Murasa Sarkaniputra, Direktur Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Surat Tanggapan atas surat MUI, Jakarta, 29 April 2003. h. 3
[15] Syamsul Falah, Pola Bagi Hasil pada Perbankan Syari’ah, Makalah disampaikan pada seminar ekonomi Islam, Jakarta, 20 Agustus 2003

[16] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia, 1995), Cet. ke-21

[17] Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta : Erlangga, 1994), Edisi ke-2, h. 583

[18] Murasa Sarkaniputra (Direktur Pusat Pengkajian dan Pengambangan Ekonomi Islam), surat kepada Ketua Umum MUI, tentang fatwa MUI No.15/DSN-MUI/IX/2000, Tgl 18 Februari 2003 

[19] Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Op.cit., h. 473
[20] Akmal Yahya, Profit Distribution. http//www.ifibank.go.id
[21] Ibid 
 
[22]  Dewan Syari'ah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syari'ah, Ed. 1, Diterbitkan atas Kerjasama Dewan Syari'ah Nasional-MUI dengan Bank Indinesia, 2001, h. 87

[23] Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Lok.Cit.

[24] Akmal Yahya, Lok.Cit