BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Sejak langkah pertama pendiriannya,
bank-bank syariah telah menunjukkan trend perkembangan yang positif sehingga
dapat memainkah peranan pentingnya dalam memobilisasi, mengalokasi, dan
memanfaatkan sumber daya dengan lebih baik (Haron dan Ahmad, 2001). Salah satu
faktor pendukung yang menunjang trend positif ini adalah pembagian hasil usaha
dalam pembiayaan yang menggunakan konsep profit sharing dan revenue
sharing dengan akad mudharabah, meski pada awalnya, konsep ini tidak begitu
luas dimengerti oleh masyarkat (Siregar, 2002). Profit sharing dan revenue
sharing merupakan pembagian hasil usaha dengan ketentuan nisbah pihak
penyalur dana dan penerima dana usaha. Sehingga besarnya pembagian dipengaruhi
oleh hasil usaha yang dijalani.
Konsep profit sharing atau yang juga
disebut dengan profit and loss sharing menawarkan pembagian hasil usahadengan
perhitungan pendapatan/keuntungan bersih (net profit), yaitu laba kotor
dikurangi beban biaya yang diekluarkan selama operasional usaha. Sedangkan
konsep revenue sharing adalah konsep yang menawarkan pembagian hasil
usaha berdasarkan perhitungan laba kotor (gross profit).
Kosep inilah yang membedakannya dengan
bank-bank konvensional yang menawarkan tingkat suku bunga yang tinggi agar
dapat menarik minat masyarakat menabungkan uangnya di bank. Besarnya bunga
dalam pembagian hasil usaha ditetapkan pada awal perjanjian kerjasama dengan
keuntungan yang pasti bagi investor. Bahkan meski kreditur mengalami kerugian
dalam usahanya, investor tetap mendapatkan bunga yang disepakati sebelumnya.
Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut, dapat diketahui bahwa konsep bagi hasil yang diterapkan dalam
perbankan syariah dan konvensional memiliki perbedaan dalam keuntungan yang
diperoleh dalam pembiayaan/investasi usaha produktif yang dikembangkan
kreditur. Profit sharing dan revenue sharing merupakan pengganti
bunga dalam perbankan konvensional.
1.2. Tujuan
Penyusunan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Perbakan Syari’ah II yang diasuh oleh Ibu
Nofinawati
2.
Mengetahui
dan memahami lebih mendalam tentang profit sharing dan revenue sharing.
1.3. Manfaat
Penusunan
Manfaat penusunan makalah ini dapat
dijelaskan sebagaimana berikut:
1.
Mengetahui
kelebihan dan kekurangan konsep profit sharing dan revenue sharing;
2.
Menambah
wawasan khazanah Islam dalam perhitungan bagi hasil usaha secara syariah.
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Bagi Hasil.
Suatu sistem yang meliputi
pembagian hasil usaha antara pemodal dan pengelola dana pembagian hasil usaha.
Misalnya, antara bank syariah dengan penyimpan dana serta antara bank syariah
dengan nasabah penerima dana. Akad yang digunakan bisa menggunakan akad
mudharabah dan akad musyarakah dan sebagainya.
Sistem bagi hasil
merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam
melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya
pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak
atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus
yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan
dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal
terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua
belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan
adanya kerelaan (An-Tarodhin) di
masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Mekanisme perhitungan
bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem,
yaitu:
a.
Profit
Sharing
b.
Revenue
Sharing
2.2. Pengertian
Profit Sharing dan Revenue Sharing
Mekanisme bagi hasil
menjadi salah satu ciri atau karakteristik perbankan syariah, dimana dengan
dengan bagi hasil ini menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat bisnis,
khususnya masyarakat perbankan untuk terhindar dari bunga atau riba. Hal ini
sesuai dengan apa yang diterangkan dalam Al Qur’an, Surat Al Baqarah ayat 275,
dimana Allah SWT mengharamkan segala bentuk transaksi yang mengandung
unsur-unsur ribawi, karena unsur tersebut tidak mendatangkan kemashlahatan
bahkan hanya bisa mendatangkan keburukan, sehingga sedini mungkin harus
dihindarkan.[1]
Dalam dunia perbankan
syariah mungkin sering didengar istilah bagi hasil atau yang lebih sering
dikenal dengan istilah profit sharing atau revenue sharing. Dalam
perbankan syariah pendapatan bagi hasil ini berlaku pada produk-produk
penyertaan, baik penyertaan menyeluruh, sebagian ataupun dalam bentuk
koorporasi lainnya. Dan prinsip bagi hasil ini akan berfungsi sebagai mitra
bagi penabung, demikian juga pengusaha peminjam dana. Jadi prinsip bagi hasil
ini merupakan landasan utama beroperasinya perbankan syariah.
Faktor dana merupakan
sebuah kebutuhan pokok beroperasinya sebuah perbankan (lembaga keuangan). Dalam
perbankan yang mendasarkan pada bagi hasil dalam operasionalisasinya, maka
untuk memperoleh hasil (laba) adalah dengan melakukan pebiayaan-pembiayaan
dengan prinsip bagi hasil antara investor dengan pengelola dana/debitur, dimana
diantara keduanya menyepakati bagianya masing-masing dari hasil yang
diperolehnya[2].
2.2.1.
Pengertian
Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus
ekonomi diartikan pembagian laba[3].
Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total
revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost)[4].
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan
kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut[5].
Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss
sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung
dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss
sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama
antara pemodal (investor) dan pengelola modal (enterpreneur)
dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan
terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan
dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu
pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi
masing-masing[6].
Kerugian bagi pemodal tidak
mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan
bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas
kerja yang telah dilakukannya.
2.2.2.
Pengertian
Revenue Sharing
Revenue sharing, secara bahasa revenue berarti uang masuk, pendapatan, atau income[7]. Dalam istilah
perbankan revenue sharing berarti proses bagi pendapatan yang dilakukan
sebelum memperhitungkan biaya-biaya operasional yang ditanggung oleh bank,
biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan atas investasi
dana, dana tidak termasuk fee atau komisi atau jasa-jasa yang diberikan oleh
bank karena pendapatan tersebut pertama harus dialokasikan untuk mendukung
biaya operasional bank. Maksudnya pembagian dana terhadap nasabah atas
pendapatan-pendapatan yang diperoleh oleh bank tanpa menunggu
pengurangan-pengurangan atas pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank
dalam pengelolaan dana yang diamanatkan oleh nasabah, disatu sisi pelaksanaan revenue
sharing ini bertentangan dengan prinsip bagi hasil itu sendiri, karena
dalam prinsip bagi hasil tentunya investor bertanggung jawab atas dana yang
diamanatkannya, artinya ia juga memiliki andil dalam pengelolaan dananya,
bahkan jika terjadi kerugian dalam usaha maka shohibul mall ikut menanggung
kerugiannya.
Dalam revenue sharing,
proses distribusi pendapatan ini dilakukan sebelum memperhitungkan biaya
operasionalisasinya yang ditanggung oleh bank. Biasanya pendapatan yang
didistribusikan hanyalah pendapatan atas investasi dana dan tidak termasuk fee
atau jasa-jasa yang diberikan oleh bank.
Dalam mekanisme ini,
berarti mengandung unsur peralihan mekanisme bagi hasil dari profit and loss
sharing menjadi revenue sharing, perubahan dari penanggunan risiko
menjadi tidak menanggung risiko, walaupun di dalam mekanisme ini tidak
diketahui berapa besar jumlah keuntungan yang akan diperoleh, berbeda dengan
bunga yang telah jelas berapa prosentase keuntungan yang akan diperoleh dari
besarnya dana yang diinvestasikan[8].
2.4. Legalitas Profit Sharing dan Revenue
Sharing
Ketentuan
hukum dalam FATWA DSN MUI No. 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang PRINSIP DISTRIBUSI
HASIL USAHA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH
ini
adalah sebagai berikut :
Pertama
: Ketentuan Umum
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan
prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit
Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah),
saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net
Revenue Sharing).
3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha
yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Kedua
: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyele-saiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
Ketiga
: Fatwa ini
berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.[9]
2.5. Kelebihan
dan Kekurangan
Kelebihan dari sistem
Profit and Loss Sharing dan sistem Revenue Sharing dibandingkan dengan sistem
konvensional adalah:
1.
Merupakan alat yang terbaik untuk menghapus bunga dalam berbagai
macam transaksi dan pembiayaan jangka pendek;
2.
Tingkat investasi lebih tinggi karena diberikan penawaran yang
memadai terhadap dana-dana yang dapat dipinjamkan, karena pengusaha dapat
mengabaikan kepastian bagian hasil usaha yang diberikan kepada pemberi pinjaman
yang disebabkan ketidaktentuan hasil produksinya.
Sedangkan kelemahan sistem
profit and loss sharing dalam penerapannya menyebabkan berbagai problem
yang berkaitan dengan penggunaan profit and loss sharing dalam aktivitas
investasi bank-bank Islam.
Berdasarkan teori perbankan
Islam kontenporer, prinsip mudharabah dan musyarakah dijadikan sebagai alternative
penerapan sistem bagi hasil (profit and loss sharing). Meskipun
demikian, dalam prakteknya, ternyata signifikasi profit and loss sharing dalam
memainkan operasional investasi dana bank peranannya sangat lemah. Menurut
beberapa pengamat perbankan Islam, hal ini terjadi karena beberapa alasan,
diantaranya:
a.
Standar moral
Terdapat anggapan bahwa
standar moral yang berkembang di kebanyakan komunitas muslim tidak memberikan
kebebasan penggunaan profit and loss sharing sebagai mekanisme
investasi.
b.
Ketidakefektifan model pembiayaan profit and loss sharing
Pembiayaan profit and loss
sharing tidak melayani berbagai macam kebutuhan pembiayaan dari ekonomi
kontemporer. Meskipun demikian, profit and loss sharing yang diterapkan
dalam bentuk mudharabah dan musyarakah merupakan alat yang terbaik untuk
menghapus bunga dalam berbagai macam transaksi dan pembiayaan jangka pendek..
c.
Berkaitan dengan para pengusaha
Keterkaitan bank dengan
peminjam, sistem profit and loss sharing dalam membantu perkembangan
usaha lebih banyak terlibat secara langsung dari pada sistem lainnya pada bank
konvensional.
d.
Dari segi biaya
Memberikan dana berdasarkan
sistem bagi hasil profit and loss sharing memerlukan kewaspadaan yang
lebih tinggi dari pada pihak bank dalam menyalurkan dana-dananya.
e.
Dari segi teknis
Problem teknis menyangkut
penggunaan sistem bagi hasil profit and loss sharing tampaknya berkaitan
dengan pihak bank, nasabah (partner), dan kualkulasi keuntungan (profit
calculation).
Contoh
Perhitungan Bagi Hasil dalam akad penghmpunan dana ( tabungan ) dalam perbankan
syari’ah.
1. Al-Wadi’ah
(Simpanan/titipan)
Yaitu suatu
titipan dari pihak satu pihak ke pihak yang lain yang harus dipelihara dan
dapat diambil sewaktu-waktu jika penitip menginginkannya. Penerima simpanan
disebut yad al amanah / tangan amanah yang tidak bertanggung jawab
terhadap barang titipan apabila terjadi kerusakan pada barang titipan tsb
selama bukan karena kelalaian penerima simpanan. Dengan demikian tata cara
titipan melibatkan nasabah (orang yang menitipkan), pihak yang dititipi (bank
syariah) dan barang titipan (dana nasabah)
2. Mudharaban
(Investasi)
yaitu suatu bentuk perniagaan
antara nasabah (pemilik dana) dengan Bank (pengelola dana) untuk melakukan
usaha dengan keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan kedua pihak.
Dengan demikian cara investasi ini melibatkan pemilik modal (nasabah),
pengelola modal (bank syariah) dan modal (dana) yang jelas jumlahnya, jangka
waktu pengelolaan modal dan jenis pekerjaan/proyek yang dibiayai dan nisbah
keuntungan.
Dalam penggunaan uang titipan
harus meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik uang tsb dan pengguna uang
tsb harus menjamin akan mengembalikan uang tsb secara utuh Pada saat itu,
prinsip yad al-amanah akan berubah menjadi yad adh-dhamanah
(tangan penanggung). Oleh karena itu pihak bank akan menerima segala keuntungan
sekaligus menerima resiko kerugian yang ditanggung oleh pihak bank itu sendiri.
Pihak bank akan memberikan suatu
pelayanan terhadap pemilik dana yaitu menjamin keamanan uangnya dan memberikan
bonus atau insentif berupa nisbah (bagi hasil) untuk giro wadi’ah. Akan
tetapi besar nominal dan persentase tidak ada perjanjian sebelumnya sehingga
hal ini tergantung pada kebijakan bank.
Biasanya nisbah antara bank
(shahibul maal) dengan deposan (mudharib) sebesar 30% , nisbah untuk tabungan
40% : 60% dan nisbah untuk deposito 45% : 55%[10]
Contoh perhitungan bonus
untuk rekening giro wadi’ah
Tuan Ahmad memiliki rekening
giro wadi’ah di bank syariah D dengan saldo rata-rata pada bulan Juli 2010
sebesar Rp. 2.000.000,00. Bonus yang diberikan bank syariah D untuk saldo
rata-rata minimal Rp. 500.000,00 adalah 30%. Diasumsikan total dana giro
wadi’ah di bank tsb adalah Rp. 500.000.000,00. Pendapatan bank dari penggunaan
giro wadi’ah sebesar Rp. 10.000.000,00. Berapa bonus yang diterima oleh Tuan
Ahmad pada akhir bulan Juli 2010 ?
Jawab :
Bonus yang diterima Tuan Ahmad
= (saldo rata-rata Tn. Ahmad X
Keuntungan Bank X 30%) : Total Dana Giro Wadi’ah
= (Rp. 2.000.000,00 X Rp.
10.000.000,00 X 30%) : Rp. 500.000.000,00
= Rp 12.000,00
Berarti bonus yang diterima Tn.
Ahmad pada akhir bulan Juli 2010 sebesar Rp. 12.000,00
Contoh Perhitungan
Keuntungan Tabungan Mudharabah
Ibu Ratnaningsih memiliki
tabungan Mudharabah di bank syariah A dengan saldo rata-rata bulan Mei sebesar
Rp. 15.000.000,00. Perbandingan nisbah antara bank syariah dengan deposan adalah
40% : 60%. Saldo rata-rata per bulan di seluruh bank syariah A sebesar Rp.
7.500.000.000,00. Kemudian keuntungan bank syariah yang dibagihasilkan adalah
Rp. 30.000.000,00. Berapa keuntungan Ibu Ratnaningsih pada bulan tsb?
Jawab :
Keuntungan Ibu Ratnaningsih
= (Saldo rata-rata Ibu
Ratnaningsih X Keuntungan Bank Syariah X 60%) : Saldo rata-rata bank syariah D
= (Rp. 15.000.000,00 X Rp.
30.000.000,00 X 60%) : Rp. 7.500.000.000,00
= Rp. 36.000,00
Berarti keuntungan Ibu
Ratnaningsih yang diperoleh selama bulan tsb sebesar Rp. 36.000,00
Contoh Perhitungan
Keuntungan Deposito Mudharabah
Tn. Arif memiliki deposito
mudharabah sebesar Rp. 20.000.000,00 dengan jangka waktu 1 bulan di bank
syariah Z. Nisbah antara bank syariah dengan nasabah adalah 45% : 55% . Saldo
rata-rata deposito per bulan di bank syariah Z sebesar Rp. 10.000.000.000,00.
Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan bank syariah Z adalah Rp.
500.000.000,00. Berapa keuntungan Tn. Arif dari nisbah yang telah ditentukan ?
Jawab :
Keuntungan Nasabah
= (Deposito Tn. Arif X
Pendapatan Bank Syariah X 55%) : Saldo rata-rata deposito di bank syariah
= (Rp. 20.000.000,00 X Rp.
500.000.000,00 X 55%) : Rp. 10.000.000.000,00
= Rp. 550.000,00
Berarti keuntungan Tn. Arif dari
deposito berjangka 1 bulan sebesar Rp. 550.000,00
Sampai di sini analisis
perhitungan nisbah bank syariah untuk materi Wadi’ah dan Mudharabah.
Mudah-mudahan sedikit membantu Anda dalam menggambarkan cara perhitungan nisbah
bank syariah. Saya mohon maaf apabila terjadi banyak kekurangan karena saya
juga masih belajar mendalami bank syariah ini.
InsyaAlloh, jika Allah SWT
mengizinkan saya akan menulis contoh perhitungan nisbah bank syariah bagian 2 .
Mohon doa semoga dimudahkan dalam melakukan segala urusan amal kebaikan.
Aaamiin
BAB III KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas,
maka dapat kita simpulkan bahwa masalah kecilnya pembiayaan bagi hasil
merupakan masalah yang multi dimensi karena ada berbagai macam pihak yang
terkait, oleh karenanya masalah ini merupakan masalah bersama. Perlu adanya kerja
sama antara berbaga macam pihak yang terkait untuk meningkatkan komposisi
pembiayaan bagi hasil. Sistem bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan
syari’ah terbagi kepada dua sistem, yaitu; pertama, profit sharing yaitu
sistem bagi hasil yang didasarkan pada hasil bersih dari pendapatan yang
diterima atas kerjasama usaha, setelah dilakukan pengurangan-pengurangan atas
beban biaya selama proses usaha tersebut. Kedua. revenue sharing
adalah sistem bagi hasil yang didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang
diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut.
Di dalam perbankan syari’ah
Indonesia sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah sistem bagi hasil dengan
berlandaskan pada sistem revenue sharing. Bank syari’ah dapat berperan sebagai
pengelola maupun sebagai pemilik dana, ketika bank berperan sebagai pengelola
maka biaya tersebut akan ditanggung oleh bank, begitu pula sebaliknya jika bank
berperan sebagai pemilik dana akan membebankan biaya tersebut pada pihak
nasabah pengelola dana.
A.
Pengertian Bagi Hasil.
Suatu sistem yang meliputi
pembagian hasil usaha antara pemodal dan pengelola dana pembagian hasil usaha.
Misalnya, antara bank syariah dengan penyimpan dana serta antara bank syariah
dengan nasabah penerima dana. Akad yang digunakan bisa menggunakan akad
mudharabah dan akad musyarakah dan sebagainya.
Sistem bagi hasil
merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam
melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya
pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak
atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus
yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan
dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal
terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua
belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan
adanya kerelaan (An-Tarodhin) di
masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Mekanisme perhitungan
bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem,
yaitu:
c.
Profit
Sharing
d.
Revenue
Sharing
1. Pengertian
Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi
keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah
adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu
perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).
Di dalam istilah lain profit sharing adalah
perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan
setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah
profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian
antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang
telah dilakukan.
Profit sharing menurut etimologi Indonesia
adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba.[11]
Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan
(total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total
cost).[12]
Di dalam istilah lain
profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil
bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.[13]
Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing,
di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari
pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and
loss sharing dalam pelaksanaannya
merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan
pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi,
dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut
jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di
awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung
bersama[14]
sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal
tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan,
dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas
kerja yang telah dilakukannya.
Keuntungan yang
didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan
perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama
proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha
merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi
biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance.[15]
Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang
merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total
revenue.
2. Pengertian
Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang
terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan,
pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang
berarti bagi atau bagian.[16] Revenue
sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi
adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan
barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya
dari pendapatan penjualan (sales revenue).[17]
Dalam arti lain revenue
merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang
dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari
suatu produksi tersebut.[18]
Di dalam revenue
terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba
(profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross
profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.[19]
Berdasarkan devinisi
di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip
ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam
kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang
ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di
dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total
selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi
modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue
di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah
jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau
jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank.[20]
Revenue pada perbankan Syari'ah adalah
hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam
bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini
merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil
penerimaan bank.[21]
Perbankan Syari'ah
memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing, yaitu
sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa
dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.[22]
Lebih jelasnya Revenue
sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan
kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan
biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.[23]
Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan
dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan
dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.[24]
2.
Dasar Hukum Metode bagi hasil
Perbankan Syari’ah
Ketentuan
hukum dalam FATWA DSN MUI No. 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang PRINSIP DISTRIBUSI
HASIL USAHA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH
ini
adalah sebagai berikut :
Pertama
: Ketentuan Umum
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan
prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit
Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah),
saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net
Revenue Sharing).
3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha
yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Kedua
: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyele-saiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
Ketiga
: Fatwa ini
berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
[1] Dr. H. Hendi Suhendi,M.Si.
2008. Fiqh
Muamalah:Membahas Ekonomi Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.h.138
[2]
Syamsul Falah, Pola Bagi Hasil pada Perbankan Syari’ah, Makalah disampaikan pada
seminar ekonomi Islam, Jakarta, 20 Agustus 2003
[3] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002) h. 101
[4] Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta : Erlangga, 1994)Edisi ke-2 ,
h. 534
[5]
Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional Bank Syari’ah, (Jakarta : Djambatan,
2001), h. 264
[6] Murasa Sarkaniputra, Direktur Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Ekonomi Islam, Surat Tanggapan atas surat
MUI, Jakarta,
29 April 2003. Hal. 3
[7] Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Op.Cit. Hal.
587
[8] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris
Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia, 1995), Cet. ke-21. Hal. 19-20
[9]
Dewan Syariah
Nasional. 2001. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional untuk Lembaga Keuangan
Syariah, edisi 1. Diterbitkan atas Kerjasama Dewan Syariah Nasional-MUI
dengan Bank Indonesia.
[10] Akmal Yahya, Profit Distribution.
http//www.ifibank.go.id
[11] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002) h. 101
[12] Cristopher
Pass dan Bryan Lowes, Kamus
Lengkap Ekonomi, (Jakarta :
Erlangga, 1994)Edisi ke-2 , h. 534
[13] Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional Bank Syari’ah, (Jakarta : Djambatan,
2001), h. 264
[14] Murasa Sarkaniputra, Direktur Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Ekonomi Islam, Surat Tanggapan atas surat
MUI, Jakarta,
29 April 2003. h. 3
[15] Syamsul Falah, Pola
Bagi Hasil pada Perbankan Syari’ah, Makalah disampaikan pada seminar
ekonomi Islam, Jakarta,
20 Agustus 2003
[16] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris
Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia, 1995), Cet. ke-21
[17] Cristopher
Pass dan Bryan Lowes, Kamus
Lengkap Ekonomi, (Jakarta : Erlangga, 1994), Edisi ke-2, h. 583
[18] Murasa Sarkaniputra (Direktur Pusat Pengkajian dan
Pengambangan Ekonomi Islam), surat
kepada Ketua Umum MUI, tentang fatwa MUI No.15/DSN-MUI/IX/2000, Tgl 18
Februari 2003
[19] Cristopher
Pass dan Bryan Lowes, Op.cit., h. 473
[20] Akmal Yahya, Profit Distribution.
http//www.ifibank.go.id
[21] Ibid
[22] Dewan Syari'ah
Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Untuk Lembaga Keuangan
Syari'ah, Ed. 1, Diterbitkan atas Kerjasama Dewan Syari'ah Nasional-MUI
dengan Bank Indinesia, 2001, h. 87
[23] Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia,
Lok.Cit.
[24] Akmal Yahya, Lok.Cit